Menjadi Pembina
Di sekolah selain mengajar, saya juga menjadi pembina salah satu organisasi. Total organisasi yang ada kurang lebih 13. Banyak hal yang saya pelajari selama menjadi pembina, dan sampai tulisan ini saya buat sudah ada 3 ketua organisasi yang saya bawahi. Tentu saja semua memiliki kelebihan dan kekurangan serta style masing-masing.
Hari ini, tiba-tiba ada rapat mendadak karena adanya aspirasi yang ingin disampaikan oleh beberapa anggota yang merasa kurang puas dengan kinerja pengurus. Ketika mendengar hal ini, sebagai pembina saya tertarik untuk ikut mendengarkan aspirasi mereka.
Awalnya “pendemo” masih ragu-ragu menyampaikan aspirasi mereka, tetapi setelah saya sebagai pembina mengatakan bahwa saya sangat mendukung gerakan mereka untuk kemajuan bersama, maka uneg-uneg mereka pun diungkapkan satu per satu.
Sebenarnya sebagai pembina, saya sudah membaca beberapa masalah internal yang ada maka saya pun mendukung rapat dadakan ini yang mungkin lebih tepatnya disebut sebagai rapat rekonsiliasi 🙂
Akhirnya aspirasi mereka diungkapkan dan pengurus baru pun menerima input mereka dengan baik, memang sempat terjadi beberapa pembelaan diri masing-masing kubu akan tetapi saya menegaskan bahwa rapat ini bukanlah untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah akan tetapi bagaimana solusi untuk kedepannya.
Ternyata setelah saya mendengar aspirasi baik dari anggota maupun dari pengurus maka saya menemukan ternyata masalah yang ada sekarang semuanya bermula dari hal-hal yang kecil dan keliatannya sepele akan tetapi tidak pernah dibereskan/diselesaikan secara tuntas, maka muncullah asumsi-asumsi dari masing-masing pihak yang semakin memperunyam masalah.
Hal tersebut menimbulkan trauma akibat kekeliruan pengurus lama sehingga memunculkan ketidakpercayaan pada pengurus baru yang berimbas pada menurunnya kinerja organisasi. Kekeliruan pemimpin lama menjadi alasan utama untuk meragukan pemimpin yang baru.
Ini mengingatkan saya kepada keadaan bangsa kita saat ini, banyak yang berdemo, mengkritik bahkan mencibir pemerintah sekarang karena trauma mereka dengan pemimpin sebelumnya. Setiap pemimpin mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun jika kita terus berfokus pada kekurangan atau hal-hal negatif dari pemimpin maka itulah yang menjadi penghambat utama untuk kita maju.
Saya memberikan sebuah statement kepada anggota dan pengurus, bahwa “bukan masalah benar atau salah, tetapi bagaimana respon kita terhadap masalah itu”. Walaupun memang kita pada posisi yang benar, akan tetapi jika respon kita salah, maka tidak ada gunanya kebenaran kita itu.
Akhirnya rapat berakhir dengan “kelegaan” masing-masing pihak dan semua mulai fokus kembali ke depan bersama-sama melangkah. Saya bangga bisa memiliki anak-anak binaan yang luar biasa. Saya tau mereka peduli dan ingin yang terbaik, hanya saja adanya kesalahpahaman dan miss communication antara anggota dan pengurus yang membuat kesenjangan di antara mereka. Tapi syukurlah rapat rekonsiliasi ini bisa terjadi dan semuanya bisa kembali baik.
Dari sini saya belajar, tugas seorang pembina bukanlah mencampuri urusan organisasi akan tetapi membina pengurus dan anggota agar tercipta keharmonisan dan memediasi jika ada masalah untuk dicari bersama apa solusi terbaiknya bukannya menjadi pencari siapa yang salah dan siapa yang benar.
Tulisan ini telah dibaca 461 kali
Recent Comments