Pendidikan Sekarang dan Tut Wuri Handayani
Iseng2 saya menanyakan ke beberapa guru di sekolah apakah mereka tahu tentang Ki Hajar Dewantara. Dan sungguh memprihatinkan sebagian besar guru muda hanya mengetahui sebagian kecil tentang Ki Hajar Dewantara.
Bagi seorang guru/pengajar sebenarnya bisa banyak belajar dari sejarah Ki Hajar Dewantara, saya sendiri tidak terlalu mendalami sejarah beliau, akan tetapi beberapa hal penting mengenai beliau sudah saya baca.
Mungkin masih banyak juga guru maupun siswa yang tidak memperhatikan bahwa slogan Departemen Pendidikan Nasional adalah ciptaan dari Ki Hajar Dewantara yaitu: Tut Wuri Handayani.
Sebagai seorang guru/pengajar, saya tertarik untuk mempelajari sosok seorang Ki Hajar Dewantara dan luar biasa, saya menemukan banyak hal dan pemahaman tentang pendidikan sesungguhnya yang sudah mulai “punah” di tahun-tahun terakhir ini.
Dalam tulisan ini, saya tidak mau membahas lebih dalam mengenai sejarah beliau, namun jika Anda tertarik, silahkan baca di http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara.
Saya tertarik membahas soal slogan ciptaan beliau yang sampai sekarang masih menjadi slogan maupun logo pendidikan Nasional.
Dikutip dari http://id.wikiquote.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara:
Semboyan “Tut wuri handayani”, atau aslinya: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Arti dari semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).
Dari dasar ini, saya menarik kesimpulan bahwa seorang guru/pengajar bukan hanya bertugas mengajar, memberikan tugas, memeriksa ujian dan lain sebagainya seperti kenyataan yang kita lihat di sekolah-sekolah sekarang ini.
Akan tetapi, seorang guru/pengajar harus bisa menjadi motivator, ideator dan director.
1. Guru sebagai Motivator (Tut wuri handayani: Dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.)
Bukankah slogan ini yang menjadi slogan penidikan Nasional kita? Jadi sebenarnya menjadi guru/pengajar bukanlah sekedar mengajar akan tetapi bagaimana kita bisa menjadi motivator bagi siswa. Pada waktu sharing dengan beberapa guru, saya sering berkata: Anak-anak didik kita sekarang itu sebenarnya lebih pintar dari kita hanya saja tidak ada yang memotivasi mereka, yang ada adalah orang tua mereka sibuk bekerja dan guru mereka hanya sibuk memberikan tugas-tugas, lalu siapa yang memotivasi mereka?
Sebagai contoh dalam pelajaran IT, kadang saya hanya mengajarkan dasarnya lalu saya memotivasi mereka untuk berkreasi dan hasilnya mereka bisa membuat hasil yang lebih dari yang saya pikirkan.
Perlu dipahami bahwa menjadi motivator bukan hanya dalam hal belajar. Saya menemukan terkadang ada siswa yang mempunyai masalah, orang tua mereka sibuk dengan pekerjaannya dan jika sebagai guru kita tidak punya waktu juga untuk memotivasi mereka ke jalan keluar yang positif, maka bisa jadi mereka akan mencari jalan keluar negatif.
2. Guru sebagai Ideator & Facilitator (Ing madya mangun karsa: Di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide.)
Bukan cuma memberikan ide, akan tetapi bagaimana seorang guru bisa memfasilitasi agar ide tersebut bisa tercapai. Beberapa siswa datang ke saya dan bercerita tentang hobi mereka dalam bidang komputer, dari perbincangan tersebut tercetuslah sebuah ide untuk membentuk sebuah organisasi IT dalam sekolah. Setelah ide tercetus, langkah yang saya ambil adalah menjadi fasilitator, saya menghadap ke kepala sekolah dan organisasi pun terbentuk. Organisasi tersebut telah menjadi wadah untuk siswa yang ingin mengembangkan diri mereka dalam bidang IT. Ide lainnya tercetus untuk membuat perpustakan IT, dan ide tersebut telah menjadi kenyataan. Terkadang saya juga harus menghubungi beberapa sponsor untuk turut menjadi fasilitator dan sering kali juga saya harus “berkorban” baik materi maupun waktu untuk merealisasikan ide-ide yang muncul.
Jangan sampai terbalik, siswa yang jadi fasilitator supaya kita mendapat keuntungan dari mereka. Biarkan siswa yang mendapat keuntungan/faeadah. Guru yang baik harus rela berkorban demi keberhasilan anak-anak didiknya.
3. Guru sebagai Director (Ing ngarsa sung tulada: Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.)
Saya lebih menyukai kata Director daripada Leader. Dalam kamus defenisi dari kata director adalah: Orang yang mengarahkan; orang yang mengatur, memberi panduan atau perintah, seorang manajer atau pengawas.
Salah satu kata motivasi yang pernah saya baca berkata: 1 sikap lebih mudah ditiru daripada 1000 kata. Jadi seorang guru harus bisa menunjukkan sikap yang baik sebagai contoh dan teladan daripada harus berteriak-teriak, membentak-bentak siswa.
2 hari yang lalu, saya diundang dalam acara reuni alumni tahun 1985-1995 GSKI SMA Negeri 2 Makassar. Pada acara tersebut saya yang tergolong masih guru muda (Mulai ngajar tahun 2007) bisa bertemu dengan guru-guru senior yang sebagian besar sudah pensiun. Saya duduk 1 meja dengan mereka dan dari sikap mereka dan cara mereka berbicara, saya sudah bisa melihat teladan yang baik dan saya tahu mereka adalah guru-guru yang membanggakan dari cerita-cerita alumni yang sekarang sudah menjadi orang-orang sukses semua. Mereka sempat share dan tentu saja saya banyak belajar dari mereka tentang cara mereka mengajar, menghadapi siswa, dll. Mereka guru-guru yang sangat dihormati dan dicintai. Inilah salah satu hasil jika kita bisa menjadi guru yang memberikan teladan dan contoh yang baik. Mungkin sekarang siswa masih belum menunjukkan rasa hormat dan cintanya, akan tetapi nantikan saja ketika mereka sudah berhasil, mereka akan mengingat guru-guru mereka yang telah memberikan teladan yang baik pada mereka (guru killer biasanya dilupakan. Haha)
Demikianlah tulisan ini saya buat agar kiranya kita semua, khususnya guru-guru di Indonesia bisa lebih memaknai slogan “Tut wuri handayani” yang sudah diciptakan oleh Menteri Pendidikan Nasional RI pertama kita. Mari bersama-sama menjadi motivator, fasilitator dan director buat anak-anak didik kita 🙂
Salam sukses 2010 be MORE than a WINNER
Original wrote by: Romy Steven J (www.romystevenj.com
Tulisan ini telah dibaca 2140 kali
Pak Romi Yth.
Singkat saja saya katakan bahwa saya bangga dengan Pak Romi masih muda tapi pandangannya masalah pendidikan sudah ter golong maju.
Menanggapi tulisan Pak Romi PENDIDIKAN SEKARANG DAN TUTWURI HANDAYAN. Kelihatan Bahwa Pak Romi Belum dapat membedakan.
– Apa iti Guru
– Apa itu Pendidik
– Apa itu Pengajar
Sebagai contoh Pak Romi itu sebagai Pengajar di bidang IT di SMU2 Makassar, di SMU yang ada hanya Pendidik dan Pengajar, di Perguruantinggi ada beberapa guru tidak banyak jumlahnya, Karena GURU itu Pak Romi dapat ( DI GUGU DAN DI TIRU ) Artinya :
Seorang guru dapat di percaya kata2nya tidak akan bohong dan dapat di tiru perbuatannya tidak akan ada pelanggaran.
Bukannya saya tidak bisa membedakan, tapi saya lebih melihat ke esensi dari menjadi seorang guru atau pendidik atau pengajar.. Ketiga nya harus bisa menjadi motivator, fasilitator dan director buat orang-orang yang diajar atau dididik atau diajarnya. Jadi untuk apa lagi dibedakan antara guru, pendidik dan pengajar?
Pada intinya, suasana pendidikan haruslah kreatif, berani melakukan gebrakan atau perubahan-perubahan yang bisa membawa pada kemajuan. Berani berubah berarti, merekalah pemenangnya, bukankah begitu?, maaf kalau salah. Dan apa yang telah dilakukan oleh Pak Romy, sudah merupakan niat yang baik, dan bentuk perubahan serta semangat yg patut diacungi jempol, sebab anak-2 saat ini sudah kapok dengan tindakan otoriter, mereka membutuhkan iklim atau suasana pendidikan yang menyenangkan, serius tapi santai,mengantarkan anak2 didik pada bakatnya masing2, menemukan jalan pada pencapaian yang lebih baik, Pendidikan adalah penting, pengajar juga sangat penting, termasuk kualitas dan semangat yg terus berkobar. Semoga Makassar melahirkan SDM2 yg handal dibidangnya masing2.
Btw, kalau ada polling pemilihan menteri pendidikan, aku mendukung pak Romy gimana? kakak, 🙂
Berkat pemberitahuan DeO, saya ngecek kembali tulisan saya ini dan ternyata ada 2 penyumbang komentar 🙂
Buat pak Anto, kalau saya pribadi sih ngak mau dipusingkan dengan istilah, apa itu guru, pendidik atau pengajar, karena bagi saya semuanya tujuannya sama yaitu membuat orang2 menjadi lebih baik.
Kalau memang menurut pak Anto sy ini pengajar, artinya selama ini anak2 didik saya salah donk memanggil saya pak guru. Nah, bingung kan, makanya istilah bukanlah topik utama tulisan saya 🙂
Lalu kalau menurut pak Anto Guru itu artinya :
Seorang guru dapat di percaya kata2nya tidak akan bohong dan dapat di tiru perbuatannya tidak akan ada pelanggaran.
Wah artinya guru itu sudah sempurna donk. Kalau dalam teori mungkin seorang guru bisa dipercaya, tapi banyak kali dalam perbuatan banyak pelanggarannya yang tidak patut ditiru.
Jadi sekali lagi bukan masalah istilah tetapi esensi sebenarnya dari pendidikan haruslah bisa mengikuti perkembangan zaman.
Saya sependapat dengan Daeng Oprek, anak2 sekarang sudah muak dengan guru yang otoriter dan sok jaim. Jadi kalau mau anak2 didik kita berubah dan menjadi lebih baik, marilah kita (entah guru, pendidik atau pengajar) semua merubah cara berpikir kita demi membentuk generasi yang lebih baik 🙂
Salam,
Romy Steven J